Pages

Saturday 30 October 2010

KONEKSI DENGAN TCP

SEKILAS MENGENAI TCP
Sejauh ini kita sering menjumpai kata protokol. Cukup sulit
untuk mendefinisikan secara tepat apa yang disebut dengan protokol. Protokol
memiliki banyak tujuan penggunaan. Secara sederhana dapat dijelaskan, pro-
tokol adalah aturan dalam komunikasi data. Protokol mengatur bagaimana
terjadinya hubungan dan perpindahan data antara dua atau lebih banyak kom-
puter.

Pada masa ARPANET, protokol yang digunakan untuk komu-
nikasi data adalah NCP (Network Communication Protocol). Semakin lama
ukuran AROANET semakin membesar dan NCP tidak sanggup menampung
node komputer yang lebih besar. DARPA kemudian mendanai pembuatan pro-
tokol komunikasi yang lebih umum. Protokol inilah yang kemudian dinamakan
TCP/IP. Departemen Pertaanan Amerika menyatakan TCP/IP menjadi stan-
dar jaringan pada tahun 1982. Protokol ini kemudian diadopsi menjadi standar
ARPANET pada tahun 1983. Perusahaan Bolt Beranek Newman (BBN) mem-
buat protokol TCP/IP supaya dapat berjalan di atas komputer dengan sistem
operasi UNIX. Pada saat itulah dimulai perkawinan antara UNIX dan TCP/IP.
KARAKTERISTIK TCP/IP
TCP/IP memiliki karakteristik yang membedakannya dari protokol
komunikasi yang lain diantara a.l:
1. Bersifat standar, terbuka, dan tidak bergantung pada perangkat keras
ataupun sistem operasi tertentu.
2. Bebas dari jaringan fisik tertentu, memungkinkan integrasi dengan berba-
gai jenis jaringan (ethernet, FDDI, Token Ring, dial-up)
3. Mempunyai skema pengalamatan yang umum bagi setiap device yang ter-
hubung dengan jaringan.
4. Menyediakan berbagai layanan bagi user.
KONEKSI DENGAN TCP
Dalam kaitannya dengan koneksi TCP/IP memiliki beberapa karakteristik
yang lain, a.l:
1. Connection Oriented
2. Reliable
3. Byte Stream Service
TCP merupakan protokol yang bersifat connection oriented. artinya
sebelum proses transmisi data terjadi, dua aplikasi TCP harus melakukan per-
tukaran kontrol informasi (handshaking). TCP juga bersifat reliable, karena
menerapkan fitur deteksi kesalahan dan retransmisi apabila data yang ada rusak.
Sehingga keutuhan data dapat terjamin. Sedangkan byte stream service artinya
paket akan dikirimkan ke tujuan secara berurutan (sequencing).
Protokol TCP bertanggung jawab untuk pengiriman data dari sum-
ber ke tujuan dengan benar. TCP dapat mendeteksi kesalahan atau hilangnya
data dan melakukan pengiriman kembali sampai data diterima dengan lengkap.
TCP selalu meminta konfirmasi setiap kali data dikirim, untuk memastikan
apakah data telah sampai di tempat tujuan. Kemudian TCP akan mengir-
imkan data berikutnya atau melakukan retransmisi (pengiriman ulang) apabila
datasebelumnya tidak sampai atau rusak. Data yang dikirim kemudian diatur
berdasarkan nomor urut.
HEADER TCP
Untuk memenuhi tujuan tersebut(sequencing, error checksum, dan retrans-
mission) pada header protokol TCP telah disediakan field khusus. Pada bagan
segmen TCP di bawah ini, dapat kita lihat TCP terdiri atas header dan data.
Kita bisa melihat ada field khusus untuk sequence, checksum, dan acknowledge-
ment.


Keterangan:
• Source Port(16 bit) => berisi informasi port pengirim
• Destination Port(16 bits) =>berisi informasi port penerima
• Sequence Number(32 bits) =>berupa sequence number yang terdiri pada
dua kondisi berikut:
– Jika flag SYN di-set(yang ada di bagian fied Flags), maka field ini
berisi awal (inisial) dari sequence number
– Jika flag SYN tidak di-set, maka nilai pada field ini merupakan se-
quence number
• Acknowledgment atau ACK(32 bits) =>jika flag ACK di-set maka nilai
pada field ini adalah nilai sequence number berikutnya yang di-”harapkan”
oleh penerima
• Data Offset(4 bits) =>Menunjukkan ukuran TCP Header. Total Header
sepanjang 32 bit words. Ukuran minimum header adalah 5 words. Data
Offset juga merupakan awal dari data.
• Reserved (4 bits) => untuk keperluan tertentu di masa yang akan datang.
Nilai pada field ini semestinya adalah nol (zero).
• Flags(8 bit)
– Ini merupakan field kontrol bit(masing-masing 1 bit), yaitu:
CWR(Congestion Window Reduced)
ECE(ECN-Echo)
URG(urgent)
ACK(Acknowledgment)
PSH(Push Function)
RST(Reset)
SYN(Synchronize)
FIN(Finish)
• Window(16 bits) => menunjukkan ukuran windows penerima(receive win-
dow). Agar data dapat diterima dengan baik, maka diperlukan pengatu-
ran ukuran jumlah byte optimal yang ditentukan oleh field ini
• Checksum(16 bits) => digunakan untuk error checking dari header dan
data
• Urgent Pointer(16 bits) =>digunakan untuk sequence number yang menan-
dakan urgent data bye terakhir
• Option(variable sets) =>berisi berbagai opsi berupa angka sbb.:
– 0 - End of Option List
– 1 - No Operation(NOP, Padding)
– 2 - Maximum segment size
– 3 - Window Scale
– 4 - Selective Acknowledgment
– 5, 6, 7
– 8 - Timestamp
• Data => berisi data yang dikirim
Berikut ilustrasi komunikasi menggunakan TCP antara host A dan host B.




Pada gambar terlihat bahwa untuk memulai membuka suatu hubungan, host
A harus terlebih dahulu engirimkan packet SYN. Setelah host B menerima
packet tersebut, lalu mengirim packet SYN, serta meng - ACK packet SYN
yang berasal dari host A. Saat host A menerima packet ini, ia akan meng-ACK
serta mengirimkan data miliknya. Koneksi kemudian terbuka.
Setelah koneksi terbuka host A mengirimkan paket data yang sudah diberi
nomor. Setiap kali sebuah paket tiba di host B, maka host B akan menge-
ceknya dan mengirim ACK yang menandakan paket telah diterima dengan sela-
mat. Proses ini berlangsung berulang-ulang hingga keseluruhan paket berhasil
dikirim.
Setelah paket terakhir dikirim, host A mengirim ACK dan FIN yang mem-
inta host B untuk memutuskan koneksi. Host B akan meng-ACK dan mengirim
balik packet FIN kepada host A. Selanjutnya host A meng-Ack packet FIN dari
host B, maka koneksi pun terputus.
Protokol TCP sangat cocok digunakan untuk koneksi yang membutuhkan ke-
handalan tinggi, seperti aplikasi telnet, SSH, FTP, HTTP, dan beberapa layanan
lainnya.

Selengkapnya...

SELUK BELUK CISCO

CISCO atau mungkin lebih tepatnya CISCO System adalah sebuah perusahaan yang didirikan pada sekitar tahun 1984 oleh dua orang yang pernah menjadi staff di Universitas Stanfrod. Kedua orang itu adalah Leonard Bosack dan rekannya Sandy K. Lerner. Daerah atau area bisnis dari perusahaan CISCO ini meliputi berbagai perangkat internetworking, seperti router, bridge, hub, dan switch.
Sebelum CISCO ini berdiri ada beberapa hal di rentang tahun 1980-an yang harus kita garis bawahi. Karena pada rentang tahun inilah awal mula CISCO menorehkan tinta emasnya di dunia bisnis yang berlumuran uang dan keuntungan. Kisah tentang CISCO ini dimulai sekitar tahun 1980-1981 dimana sebuah perusahaan bernama Xerox PARC(Palo Alto Research Centre) menghibahkan beberapa computer Alto dan Ethernet Card kepada Universitas keren ini (maksudnya Stanford).

Menurut beberapa sumber dari google dan beberapa buku keren (CISCO CCNA karangan Iwan Sofana)computer inilah yang merupakan tonggak sejarah berdirinya perusahaan Macintosh, dimana salah satu PCnya sekarang bertengger manis di meja computer saya. Dari semua peralatan hibah inilah akhirnya universitas ini mulai mengembangkan riset mereka sendiri sehingga, singkat cerita masing-masing computer di Stanford bisa saling berkomunikasi.

Pada mulanya staf-staf di Standford hanya melakukan riset ini untuk tujuan yang sangat mulia sekali yaitu untuk pendidikan dan keperluan ilmiah. Kemudian kedua orang staf tadi yang namanya saya sebutkan di atas mulai mengembangkan multiprotocol router yang ditanamkan dalam perangkat lunak berbentuk computer yang diberi label CISCO. Nama Cisco, banyak orang yang mengira bahwa itu adalah merupakan salah satu singkatan kata. Tapi sebenarnya nama Cisco itu diambil dari San Francisco, ini diharapkan agar bisa menjadi tempat selain dari Silicon Valley. Oleh karena itu, di tahun-tahun pertamanya, perusahaan ini selalu memaksa supaya nama perusahaanya ditulis dengan huruf kecil semua.

Oke lanjut lagi ke sejarah CISCO ini. Ide gila yang akhirnya terwujud ini akhirnya berhasil. Dengan menambahkan beberapa kipas pendingin dan beberapa kabel yang ditancapkan mengakibatkan ‘router’ awal buatan CISCO ini laris dijual. Cukup banyak perusahaan dan lembaga pendidikan yang menggunakan router buatan CISCO ini.

Namun sayangnya mereka lupa bahwa ide ini tidak sepenuhnya berasal dari mereka berdua. Mungkin benar mereka menanamkan uang mereka sendiri untuk mencoba bisnis ‘gila’ mereka. Namun masih ada beberapa staf dari Stanford yang ikut serta dalam usaha pengembangan router pertama ini. Ketika staf Stanford yang lain mengetahui maka terjadilah insiden diantara Stanford an CISCO System. Hal ini hamper saja menghentikan semua usaha yang telah dilakukan untuk mendirikan CISCO hingga akhirnya mereka hamper ‘mati’. CISCO pada saat itu diharuskan untuk membayar tuntutan dari Stanford atas kewajiban membayar royalty yang snagat besar. Di samping itu Stanford menuntut CISCO untuk tetap dapat mengggunakan software hasil pengembangan pada Staf Stanford yang telah menjadi karyawan CISCO.

Namun demikian walupun begitu banyak kesulitan yang ditemui CISCO tak membuat mereka berhenti. Mereka terus melakukan pengembangan mereka sendiri sehingga pada akhirnya mereka bisa melepaskan diri dari Stanford yang juga cikal bakal dari penciptaan produk pertama CISCO. That’s Great Isn’it?. Pada akhir 2000, CISCO SYSTEM berada di puncak (pada bulan Maret), di puncak -com booming dot , Cisco adalah perusahaan yang paling berharga di dunia, dengan kapitalisasi pasar lebih dari US $ 500 miliar. Pada bulan Juli 2009, dengan kapitalisasi pasar sekitar US $ 108.030.000.000, masih salah satu perusahaan yang paling berharga. CISCO pun pernah terpilih sebgaai saham paling menguntungkan di NASDAQ, tetapi tidak ada yang tahu kapan.

SUMBER: CISCO CCNA & Jaringan Komputer Iwan Sofana
                Google
Selengkapnya...

Digital Teori: Teori tentang New Media

                                           Digital Teori: Teori tentang New Media
            (SEBUAH TERJEMAHAN DARI MODUL SOFTSKILL - DIGITAL THEORY)

                                                                        
                                                          Disusun oleh
                                                          Kelompok 1
                                                              2IA08
                                            Reza Budi Ryanzah 58409013
                                                   Edi Susanto 53409002
                                          Nur Alifah Tresnowati 55409903
                                       Prima Armanda Nugraha 54409608



                                        FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
                                            JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
                                            UNIVERSITAS GUNADARMA
                                                                 2010





Digital Teori: Teori tentang New Media

Tidak ada satupun kerangka teori atau satu set metode yang baku yang dipakai dalam mempelajari New Media (Media yang baru). Seperti yang akan diungkapkan oleh buku ini, pengertian dan pemahaman akan sebuah new media sangatlah kompleks dan beragam, sehingga menjadi tidak mungkin atau terlalu naïf bila kita menggunakan pendekatan metodologis dan teoritis yang pernah diungkapkan atau dibuat, dan dianggap sebagai sebuah definisi. Memang seperti yang David Bell tunjukkan dalam bab berikut mengatakan bahwa kompleksitas teori yang mengkategorikan new media bisa saja direfleksikan pada kondisi dalam penggunaan Net serta penelitian akan Web sekarang ini. Refleksi dari hal ini menunjukkan keterbukaan akan pengartian maksud dari New Media yang bisa kita ambil dan kita salin dari berbagai metode dan pendekatan teoritis yang berbeda. Namun, meski kita tidak bisa melihat dan menangkap pengertian akan hal ini secara jelas, hal ini tidak boleh menghalangi kita untuk bisa menempatkan dan mengeksplorasi sebuah pengertian baru baik secara teoritis maupun metodologi yang bisa saja lebih baik dan cocok, serta mencerminkan media sekarang ini.

Jika kita bisa menghargai apa yang bisa saja menjadi sebuah pendekatan teoritis baru akan new media, sangat krusial buat kita untuk bisa menguraikan cara sebuah media untuk cenderung dianalisis dan dijelaskan secara historis. Hal ini dikarenakan daripada hanya sekedar menjadi sebuah kajian sistematis yang menghapus kajian yang sebelumnya, kajian pendekatan teori yang baru ini tidak bisa dilepaskan dari sebuah proses pengembangan atas reaksi media yang telah dipahami dan menjadi teori sebelumnya. Dalam rangka memperjelas debat mengenai historis ini, saya pertama kali akan mendiskusikan media yang sudah ada sebelumnya namun dalam pembahasan/konteks yang lebih modern, lalu mulai pada diskusi pada hubungan antara media post-modern, media post-stuctural, sampai dengan sesuatu hal yang disebut dengan new media.
Pandangan Modernisasi dan “Media Tua(Post Modern Media)”.

Dimulai pada sekitar akhir abad ke Sembilan belas, modernisasi adalah sebuah istilah yang kami berikan pada cara masyarakat dalam merespons pada perubahan di masa revolusi industri. Dengan berakar pada masa Penerangan di periode abad ke-18, modernisasi cenderung menentang pada pandangan theokratis dan anggapan God-Centered (berpusat pada Tuhan) dimana anggapan ini mengatakan bahwa Tuhanlah yang telah membantu mendefinisikan bagaimana hubungan manusia-masyrakat di masa lampau. Gagasan ini antara lain teori evolusi di dalam biologi, komunisme di dalam politik, teori relatifitas dalam bidang fisika, dan pengembangan teori psikoanalis yang mencoba menjelaskan alam semesta dalam terminologi quasi-scientific atau ilmiah. Dengan cara ini, pandangan modern cenderung menantang dan mengubah dengan cepat pandangan religius dan mistis dari dari dunia pada masa pre industri.

Dengan kepercayaan bahwa science tidak bisa dilepaskan dari proses kemajuan, banyak aspek dari modernisasi yang optimis bahwa proses ini memiliki kekuatan untuk mengubah kehidupan manusia menjadi lebih baik. Bagaimanapun juga, seperti halnya progress di abad ke dua puluh, efek paling negatif ilmu pengetahuan(science) dan industrialisasi(dalam beberapa hal terjadi pada masa Perang Dunia I, dan Perang Dunia II) meningkat tajam sangat jelas dan brutal. Dalam beberapa hal, banyak para pembaharu (modernis) yang juga merasa industrialisasi sebagai musuh dari pemikiran bebas, dan individualitas; dimana menurut mereka, indutrialisasi menciptakan dunia yang dingin, dan tidak memiliki jiwa. Untuk alasan itulah reaksi modernisasi atas sebuah modernitas seringkali dirasakan sebagai asa yang berlawanan, di satu sisi dirasakan sebagai sebuah perayaan atas masuknya era teknologi, di sisi lain mengutuk akan hal itu (Hall 1995:17). 

Dalam keadaan yang bertentangan seperti ini banyak para pembaharu berusaha untuk merefleksikan kekacauan dan penyalah artian tersebut justru sebagai bagian dari proses modernisasi. Sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, merubah pandangan kita akan masyarakat dan diri kita sendiri. Oleh karenanya para seniman dan kaum intelektual mencari jalan baru untuk merefleksikan dan mengartikulasikan fragmentasi ini menjadi “dunia baru yang berani”. Kaum penganut Surealisme dengan jelas mendramatisasikan pandangan Freud’s sebagai sebuah kekuatan mimpi dan ketidaksadaran, sementara para kaum Futuris menyertai cinta mereka untuk mesin, teknologi, dan kecepatan. Selain itu ada pula sebuah ketertarikan yang selalu disertakan dalam banyak ungkapan artistik ini, seperti schizophrenia (penyakit jiwa) akan pengalaman modern yang diungkap dalam novel ‘stream of coonscoisness‘(arus kesadaran), sementara ada pula lukisan Abstract Expressionists yang mengungkapkan kekacauan, anarkisme, idiosyncratic dan nihilistic pemandangan dari dunia yang modern.

Tersembunyi dalam gerak yang artistic juga merupakan kepercayaan bagi seorang pembaharu dalam perannya sebagai seorang seniman, figur romantis yang sering digambarkan dengan seorang pahlawan jenius yang mengucilkan dirinya sendiri dan memiliki kemampuan untuk merevolusi seni dan dunia di sekitar kita, serta mampu melebihi keduanya. Hal ini diungkapkan oleh David Harley sebagai perjuangan untuk menghasikan suatu seni karya yang baik, untuk sekali, dan semua kreasi dimana semua kreasinya bisa menemukan tempatnya sendiri dalam pasar, serta harus merupakan sebuah usaha individual yang bisa menembus lingkaran kompetisi (Penekanan sesuai dengan aslinya, 1990:2). Dan itu semua adalah sebagian kepercayaan modernisasi dalam kekuatan seni dimana seniman mengubah bentuk dunia itu yang dibelakangnya penuh dengan kecurigaan dan rasa tidak suka akan jenis kebudayaan sehari-hari yang sering ditemukan dalam novel, bioskop, televisi, komik, koran, majalah, suratkabar, dsb.. Sebagaimana yang Andreas Huyssen utarakan “Pandangan modernisasi hampir scara konsisten tidak peduli akan permusuhan di antara kultur masyarakat(1986:238), membantah bahwa hanya seni yang bernilai tinggi saja (khususnya seni tinggi seperti halnya avant garde), yang bisa mendukung peran sosial dan kritik akan estetika. Ini adalah ketegangan diantara dua pandangan yang ekstrim(kebudayaan masyarakat yang ‘tanpa perimbangan’, melawan ‘seni tinggi’ avant garde) yang mungkin secara eksplisit bisa menggambarkan reaksi atas modernisasi terhadap sebuah media pada pengembangan awal di sepanjang abad ke dua puluh.

Banyak sekali contoh yang merefleksikan penghinaan modernisasi atas sebuah media, namun salah satu kelompok intelektual yang paling terkenal dalam mengambil cara berpendirian ideologis ini adalah (The Frankfurt School (Sekolah Frakfurt)). Dikucilkan dari Negara Jerman ke Amerika sepanjang perang dunia ke II, kelompok penganut paham Marxisme Eropa ini telah ‘dijejali’ oleh kultur masyarakat Amerika yang memiliki banyak persamaan akan produk media massanya. Khusunya sekolah ini merasa bahwa media Amerika adalah sebuah produk industrialisasi yang sudah distandardisasi, serta sering pula dihubungkan dengan aspek fordism pada kultur masyarakatnya. Fordism adalah sebuah istilah terminasi untuk menggambarkan kesuksesan Henry Ford’s dalam industry mobil, terutama sekali peningkatan metode produksi massalnya dan pengembangan lini perakitan pada tahun 1910. Dia menggunakan teknik produksi missal dimana sebuah mobil mungkin saja diproduksi dengan biaya yang lebih murah sehingga bisa dijangkau oleh warga Amerika biasa. Bagaimanapun, karena ini adalah sebuah produksi missal, maka semua model mobil Ford jenis T adalah sama persis. Ketika Ford ditanya akan di cat warna apa mobilnya nanti, Ford dengan sangat baik menjawab “Warna apa saja, yang penting Hitam”.

Untuk seorang ahli teori Marxist dari The Frankfurt School, filosofi ford ini juga merupakan sebuah bukti dari segala aspek kebudayaan masyarakat, dimana segala acara tayangan televisi, film, novel, majalah, dsb.. adalah sangat identik satu sama lain. Deskripsi mereka akan ‘Budaya Industri” dengan jelas menyatakan ketidak sukaan mereka akan produk industrialisasi dan kemasan formula dari produk mereka (Amerika). Sebagai gantinya dalam menstimulasi pemirsa, produk media massa ini desain untuk menjaga masyarakat dalam tekanan mereka denga menawarkan sebuah bentuk yang produk homogen dan terstandardisasi. Seperti yang diungkapkan Theodor W. Adorno yang menjelaskan dengan referensi (mencontohkan) pada music yang populer:

Struktur Standardisasi Tujuan dengan Reaksi yang Baku:

Saat kita mendengarkan music yang popular, itu dimanipulasi bukan hanya oleh promoters/produser dari lagu tersebut, tapi juga oleh music itu sendiri, seperti oleh nuansa dari musik itu sendiri, ke dalam sebuah mekanisme reaksi, dimana secara keseluruhan bertentangan dengan gagasan individualitas akan kebebasan, dalam sebuah masyarakat yang liberal. Beginalah cara sebuah musik dipopulerkan ke pendengar dengan melepaskan spontanitas mereka dan mempromosikan dengan refleks yang dikondisikan sebelumnya.
(Adorno [1941] 1994: 205–6, penekanan sesuai dengan aslinya)

Beberapa ketertarikan akan isu media ini juga datang untuk dari kebijakan penyiaran. Sebagai contoh, gagasan BBC akan jasa penyiaran publik didasari pada sejumlah budaya, politis, dan teoritis yang ideal serupa dengan modernisasi. Dalam beberapa hal (khusus), Direktur Utama BBC, John Reith, berargumentasi bahwa penyiaran sebaiknya digunakan untuk mempertahankan “budaya yang tinggi”, melawan degradasi kepribadian dan pengaruh dari budaya masyarakat. Ini adalah salah satu alasan mengapa dia berargumentasi dengan keras, bahwa seharusnya BBC dibiayai penuh oleh perpajakan. Dengan dimikian, bisa menghindari pengaruh besar dari komersialisasi kepribadian oleh media massa Amerika. Walaupun dia memiliki pandangan politik yang berbeda dengan Marxist seperti yang dianut oleh The Frankfurt Scholl, Reith bersedia berbagi perhatiannya akan pengaruh media massa yang begitu besar sehingga seakan mengkorupsi audiencenya yang terlalu lemah dan tidak berpendidikan. “Ini terkadang mengindikasikan kita”, dalam tulisannya yang terkenal, “bahwa kita kelihatannya lebih mengedepankan untuk memberikan publik apa yang mereka butuhkan, bukan yang mereka inginkan, tetapi kenyataanya sangat sedikit sekali kita tau apa yang mereka inginkan, dan lebih sedikit lagi mengetahui apa yang mereka butuhkan” (dikutip oleh Briggs 1961:238).

Persepsi/pandangan yang menggambarkan bahwa sebenarnya para audience itu secara umum adalah pasif dan mudah tertipu direfleksikan oleh analisis media dalam periode modernisasi, khususnya pada ‘efek’ dari model atas riset audience yang diadakan. Terkadang model ini juga sering dianggap sebagai model jarum suntik. Model ini mempunyai pendekatan bahwa audience lebih cenderung untuk pasrah dan secara konstan menerima dirinya untuk ‘disuntik’ oleh pesan yang disampaikan media, seperti halnya salah satu bentuk dari jenis obat-obatan narkotika. Riset pendengar inilah yang dibawa/diusung oleh The Frankkfurt School sebagai sebuah bagian yang dengan jelas mempengaruhi tradisi, dimana isu ini seakan mengesahkan pandangan pesismis yang mengklaim akan adanya indoktrinasi oleh media. Dalam kaitannya dengan analisa textual (dianggap sebagai pandangan pesimis) The Frankfurt School mempersuasikan hal yang serupa, dengan mengkritik cara media memecah belah ideology dominan dari the bourgeoisie tersebut. Beberapa tokoh mereka a.l: Adorno(1941-1994) yang bekerja pada dunia music popular, Lowenthal (1961) mempelajari pada literature popular dan majalah, Lalu Hertogs (1941) yang mempelajari opera sabun di radio, kesemuanya menyatakan hal yang serupa akan adanya standardisasi tentang kultur media massa dan media itu sendiri.

Walaupun adanya pandangan pesimis dari The Frankfurt School yang diarahkan ke media, masih ada hal dari media yang masih bisa dipuji untuk setidaknya mempelajari bentuk dari modernisasi media ini secara serius dan layak untuk dijadikan sebagai studi akademik. Pryek ini lalu diteruskan dan dikembangkan oleh pergerakan struktural yang dimana terus meningkat popular di sepanjang tahun 1950an sampai 1960an. Sebagian tumbuh dari dari keyakinan akan kekuatan ilmu pengetahuan dan pandangan rasionalis, kamu structural berpendapat bahwa manusia itu terbentuk dari struktur sosi-psikologis dan linguistik dimana mereka memiliki control yang sedikit akan itu. Kepercayaan pada pandangan rasional juga menunjukkan suatu metode bagaimana menyingkap struktur ini dengan menggunakan metode quasi-scientific investigasi. Suatu istilah yang dinamakan Semiotics memainkan peran sentral di dalam usaha ini, dan diaplikasikan untuk segala macam perilaku dalam kultur-textual mulai dari bioskop hingga bidang periklanan, mulai dari hal fotografi, hingga komik. Berdasarkan pada penelitian Ferdinand de Saussure dan Charles Sanders Peirce dalam bidang linguis, semiotics mengedepankan metode yang jelas dan padu, dimana segala macam jenis text/tulisan bisa dibaca secara objektif sebagai sebuah system dari sekumpulan ‘tanda’. Dengan ‘memecahkan tanda’ dari sekumpulan ;tanda’ ini, para pakar semiotics bisa memanipulasi audience mereka secara berangsur-angsur. Sebagaimana yang dikatakan oleh Daniel Chandler, “dekonstruksi dan kontes akan kenyataan dari sekumpulan tanda dapat mengungkapkan kenyataan siapa yang lebih diistimewakan, dan siapa yang lebih ditindas. Beberapa studi menunjukkan konstrukso tanda tersebut, dan pemeliharan oleh beberapa kelompok social tertentu,’ (penekanan dari text asli, 2004a:15).

Roland Barthes’s([1957] 1973) dengan sangat luar biasa mempengaruhi lewat buku Mitologisnya dengan sangat baik, menggunakan kemampuan structural dan semiotics untuk menganalisa semua bentuk kebudayaan dalam pertandingan gulat, mobil citroen, wajah Greta Carbo, dan bubuk sabun. Selain itu, sebagai seorang Marxist, proses menyimpulkan kepribadian akan habit membaca text didapat dari kesukaan Barthes atas sedikit keraguan dari pandangan structural, ketika mempropgandakan ataupun mempersuasikan sebuah ideology dengan sangat luar biasa. Salah satu dari contoh karya Barthes yang terkenal adalah karyanya akan analisa sebuah foto yang menjadi sampul majalah Paris Match pada tahun 1955. Dimana dalam sampul majalah tersebut, ia menunjukkan seorang prajurit kulit hitam yang hormat pada bendera nasional Prancis. Barthes berpendapat bahwa ini adalah media yang memberikan gambaran positif akan kekaisaran Prancis dalam era krisis nasional. Jadi selama metode quasi scientific dalam pandangan struktural masih bisa membantu me-legistimasi kebudayaan masyarakat, dan media setalah era perang dunia, maka audience dalam pandangannya masih dianggap lemah untuk memberikan respons atas pesan yang tersembunyi dari sebuah media. (Lihat Barthes 1977).

Dengan cara ini, maka kita bisa memulai mengidentifikasikan beberapa komponen utama dari media dan audience yang telah menjadi bahan penelitian sepanjang pertengahan awal abad ke dua puluh. Khususnya konteks dari modernisasi yang memberikan kita pemahaman teori yang mendalam cara sebuah media mengerti dan mendorong ideologinya dimana hal ini tidak bisa dilepaskan dari kritik akan teori ini. Jenis dari pendekatan akan teori ini adalah dengan tidak mempercayai media, dengan pendapat bahwa audience membutuhkan perlindungan dari standardisasi dan pengaruh dari media tersebut. Hal inilah yang membedakan gagasan teori baru yang mendefinisikan sebuah ‘Media Baru’ dan perannya di abad ke – 21.

Pasca Modernisasi – dan Media Baru.

Ketika pandangan modernisasi biasanya selalu dihubungkan dengan awal tahap revolusi industry, pasca modernisasi (pertama kali dikenal dengan istilah Arsitektur, lihat Jenks 1984) lebih sering dihubungkan dengan segala perubahan pasca revolusi industri. Ekonomi era pasca - industri (terkadang juga disebut dengan istilah pasca Fordist) adalah saat dimana terjadi transisi ekonomi dari ekonomi berbasis produksi, menjadi ekonomi berbasis jasa. Masyarakat di tandai dengan naiknya teknologi informasi, globalisasi pasar uang, pertumbuhan di bidang jasa, munculnya para pekerja kantor, dan kemunduran industry berat (lihat Bell 1976). Oleh karenanya tidak aneh bila kultur dan politik yang dibangun di masa pasca-industrialisasi berbeda dengan dominasi konteks modernisasi sebelumnya di masa industrialisasi. Perubahan cultural ini sebagian bisa dimengerti sebagai produk yang tidak bisa dilepaskan dari masyarakat konsumen dimana konsumsi dan kesenangan sekarang lebih menentukan ketimbang kerja dan produksi. Ini berarti ‘budaya konsumsi’ datang dan mendominasi ketimpangan budaya; dimana pasarlah yang menentukan semua bentuk dan kebutuhan hidup kita setiap hari. Dalam dunia ‘post-modernisasi’ tidak ada satupun titik acuan diluar barang komoditas dan segala hal tentang teknologi yang terpisah lalu secara perlahan kemudian menghilang.

Perubahan ini dalam masyarakat pasca industrialisasi dengan jelas telah mempengaruhi pandangan dari teori kritik yang sekarang mengerti dan paham akan peran yang sekarang dimainkan oleh media dalam masyarakat pada masa ini. Dalam beberapa hal juga telah terdapat pergeseran dari pandangan pesimis yang pernah mencoba mendefinisikan pendekatan yang dilakukan oleh para pembaharu seperti yang pernah dilakukan oleh The Frankfurt School. Pergeseran pandangan yang mengkritik ini ditandai dengan apa yang telah dilakukan oleh Mcluhan. Saat Mcluhan sedang sering menggembar-gemborkan hal yang menjadi ketertarikan para pembaharu, yaitu ideology mereka yang memengaruhi pendengar yang lemah dan tidak berdaya (lihat, sebagai contoh, analisis pertama Mcluhan tentang efek-efek merugikan dari penayangan iklan The Mechanical Bride: Foklore of Industrial Man(1951)). Penelitian yang dilakukan oleh Mcluhan ternyata sering bertentangan dengan rasa antusiasme dan kegembiraan yang jarang sekali dipikirkan oeh pembaharu teori kritik. Walaupun gaya tulisannya nampak penuh dengan kebencian akan pesan dalam media elektronik; dengan ungkapannya yang terkenal ‘media adalah pesan’, yang sering dimunculkan dalam mimic yang meniru penayangan iklan tersebut, sebenarnya dia secara tidak langsung telah menggunakan istilah ‘surfing’, (mengacu pada cepat, tidak beraturan, dan pergerakan multi direksional dalam sebuah dokumen).Seperti yang juga telah diungkapkan oleh Levinson (1999) tentang Digital Mcluhan, dikatakan bahwa untuk mengantisipasi akan kekuatan dari media baru adalah dengan meningkatkan interaktif audiencenya dengan informasi elektronik yang ia terima (pp 65-79).

Pergeseran teori akan konsepsi mengenai media dan audiencenya selanjutnya digaungkan oleh para kaum post-strukturalis. Sementara kamu strukturalis secara umum merefleksikan kebutuhan kaum modern dengan menyingkap maksud dari pesan yang tersimpan dalam sebuah media, kamu post-struktural lebih cenderung untuk mengambil pandangan deterministik yang lebih sedikit tentang kepribadian dari media secara keseluruhan. Terinsipirasi oleh teori yang dikembangkan oleh Louis Althusser(1971) dan Antonio Gramsci (1971), analisa mengenai media secara berangsur-angsur mulai menerima teori bahwa ideologi dalam media sebenarnya lebih kompleks dari apa yang dibayangkan pertama kali. Dimana audiences sekarang sudah bisa membalas pesan yang disampaikan oleh media sehingga mereka menjadi apa yang disebut dengan ‘polysemic’ yaitu mampu berinteraksi dengan penyampaian pesan bertingkat yang disampaikan oleh media.(lihat Fiske 1998 62-83).

Hal yang tidak bisa dilepaskan ini bermakna bahwa para kaum modern mendesak bahwa sebuah media teks bisa dijabarkan menjadi sebuah makna ideology, yang terus berkembang sehingga tidak bisa dipertahankan. Seperti yang Elen Seiter uangkapkan di bawah ini:

Kaum post structural memberikan penekanan pembedaan diantara penanda (sign), dan menandai antara satu tanda dengan tanda yang lain, diantara satu konteks dengan konteks selanjutnya, dengan penekanan bahwa makna dari sebuah pesan selalu diposisikan pada konteks dan situasi tertentu. Teori dan ideologi psiko-analis dibawah pengaruh kaum post struktural, lebih fokus pada gep atau celah, ketidakhadiramn, serta ketidak paduan makna dalam sebuah teks.
(Seitter 1962:61)

Keadaan / konteks yang tidak dapat dipastikan akan makna dalam sebuah pesan teks, menjadi pusat kajian dari teori post-struktural, merubah semua makna, dimana riset kontemporer ini bukan hanya bisa dimengerti oleh medianya saja, tapi juga penerima pesan tersebut sebagai pembaca. Maksudnya, pengaruh teori post struktural akan analisis media mengatakan bahwa riset penelitian sekarang ini lebih sedikit memberikan penekanan pada bagaimana cara menyandikan sebuah pesan(produser), namun pada bagaimana cara mengartikan pesan tersebut(penerima pesan)(lihat Hall 1973). Pada awalnya teori ini dikenal sebagai “Penggunaan dan Kepuasan”, sebuah metode baru dari analisa media, yang mencoba menujukkan bagaimana cara memproduksi sesuatu materi yang kaya, dimana usaha ini ditujukan untuk menunjukkan betapa kompleksnya memproduksi sebuah pesan teks diantara isi teks itu sendiri dan audiencenya (Lihat Brroker dan Jermyn 2003). Teori ini adalah sebuah langkah yang lebih maju dari konsep para kaum modernist dan strukturalis akan audience yang awalnya pasif, menjadi partisipann yang aktif dalam memproduksi makna pesan.

Seperti yang diuggestikan oleh pesan ini, baik pengusung teori post-modernisasi dan post strukturalisasi sama-sama memandang bahwa pesan itu sendiri tidak dapat diartikan secara keseluruhan. Berdasarkan pada pemahaman kultur strukturalis mengenai struktur linguis, mereka berpendapat dalam kenyataannya linguis yang ada pada masyarakat hanya sampai pada tingkat bahasa, dan percakapan. Ini berarti daripada kita menyederhanakan dengan perasaan yang tidak berdosa, apa yang sebenarnya menjadi kenyataan, lewat bahasa sebenarnya kita sudah membangun pandangan akan diri kita sendiri dan sesuatu yang kita sebut sebagai kenyataan. Jadi daripada mencari arti yang dalam dari sebuah makna yang sifatnya tidak nyata melalui bahasa dan percakapan, post strukturalis memilih untuk lebih cenderung pada analisa dan kondisi praktis yang dimana bisa mengkonstruksi sesuatu yang disebut ‘kebenaran’ (lihat, sebagai contoh, Foucault 1991). Jadi sementara kaum modernis mencari makna dan kebenaran dari kekacauan dan perpecahan dunia modern, kaum post modernis telah menerima keadaan bahwa pencarian akan kebenaran yang hakiki itu adalah sia-sia.
Ketidak stabilan akan arti ‘kebenaran’ ini dihubungka oleh kalim kaum post modernis di akhir abad ke dua puluh, dimana masyarakat sudah menjadi lebih skeptis(tidak mudah percaya) tentang teori-teori utopis seperti teori Pencerahan dan teori Marxist. Memisahkan dua teori ini hanya sebagai ‘narasi yang agung’, teori post modern cenderung untuk mengkategorikan mereka sebagai pandangan akan dunia secara menyeluruh, dan tak lain hanya sekedar narasi dan ilmu bahasa semata. Walaupun mungkin saja sukar untuk mengerti teori seperti itu dalam dunia yang sebagian besar masih berpegang pada fundamental agama, kepercayaan akan kemungkinan yang utopis dari modernisasi jelas nampak dikritik keras dan dibantah oleh Dunia Barat yang sinis. Salah satu post modern teori diungkapkan oleh Jean Francois Lyotard:

Dalam kultur dan masyarakat di zaman ini- masyarakat post industry – dan kebudayaan post modern -....narasi yang kaya telah kehilangan akan kredibilitasnya tanpa memperdulikan pada penggunaan model gabungan dari narasi tersebut, atau pada jenis narasi sepkulatif,atau mungkin narasi yang berisi semangat emansipasi…Kapanpun kita mencari pada penyebab dari ini semua maka tentunya kita akan kecewa.
(Lyotard 1984: 37-8)

Ketidak percayaan ini mengarah pada proyek revolusioner dari modernisasi yang mungkin membantu menjelaskan mengapa pada akhirnya sikap daripada kaum post modern lebih melonggarkan sikapnya pada media secara keseluruhan. Sementara media secara umum dipisahkan dari modernisasi karena standardisasi, terlalu di formula, serta dangkal, kaum post modern justru lebih cenderung untuk merayakan hal ini sebagai bentuk penolakan secara implicit terhadap pencarian atas nilai kebenaran secara mendalam. Beberapa karakteristik bisa dilihat sebagai refleksi dari kenyataan dimana semuanya tampil dalam hal yang berlawanan seperti fakta dan fiksi, nyata dan tidak nyata, asli dan yang kurang jelas keasliannya dan lain sebagainya. Inilah kenapa apa yang dikerjakan oleh Andy Warhols dipahami sebagai sebuah post modernisasi secara intrinsik. Sebagai contoh, bingung dan kecewa adlah dua hal yang sering menyertai kita ketika mencoba memahami ‘seni’ dari pada produk media massa ini.

Tentu saja, beberapa pots modernist kritikus membantah bahwa sangat tidak mungkin bagi kita untuk bisa membedakan antara gambar dari sebuah media, dengan kenyataan, dimana diantara keduanya telah terjalin suatu hubungan sehingga sangat susah bagi kita untuk menggambar garis diantara kedua hal tersebut (McRobbie 1994:17). Menurut seorang filsafat Baudrillad (1994), dalam masyarakat kontemporer, sebuah simulasi telah bsa mengkopy objek yang real atau sebenarnya. Fenomena Baudrillad ini dikaitkan pada ‘pesanan ketiga akan simulacra’ yang memproduksi ‘hyperreality’. Ini menunjukkan bahwa diantara gambar image dan kenyataannya telah berada pada satu entitas yang sama dan oleh karenanya sangat sulit untuk bisa memisahkan hubungan di antara keduanya. Sperti yang diutarakan oleh Best dan Kellner ’kenyataan, dan sesuatu yang tidak nyata tidak tercampu seperti halnya minyak dan air, mereka lebih rekat daripada dua cuka yang digabungkan(1997:03). Beberapa orang kritikus bahkan yakin bahwa perbedaan antara manusia dan mesin (dalam penggunaannya) sudah meulai menghilang. Walaupun gagasan akan kemunculan cybord masih sekedar menjadi bahan kajian ilmu pengetahuan kritikus Donna Hathaway(1991) sudah menggunakan istilah itu untuk menggambarkan metafora sebagai kekuatan untuk membangun ulang essensi dari perbedaan gender dan identitas manusia di dunia ini. Seperti yang juga diungkapkan oleh Mark Dery:

Interaksi kita (sebagai manusia) dengan dunia kita terus meningkat dengan ditengahi oleh Teknologi Komputer, dan melalui tiap bit dari digital bit, kita sudah mulai menjadi sebuah Borg(robot) seperti dalam film StarTrek:The Next Generation. Berubah menjadi bentuk cyborg-hybrid yang merupakan gabungan dari teknologi-dengan biologi melalui interaksi denga mesin pada frekuensi yang tinggi, atau melalui sebuah interface yang menghubungkan kita dengan teknologi tersebut.
(Derry 1994:6)

Problematika akan apa yang kita sadari sebagai sesuatu yang riil, tidak bisa kita lepaskan dari pengaruhnya akan apa yang kita sebut sebagai otentifikasi diri sendiri, sebagai konsep identitas dari era post modern Dalam beberapa hal ada sebuah argument yang menyatakan ada peningkatan interaksi antara audience dan media baru dimana media tersebut mengajak audiencenya untuk bermain di sekitar media tersebut, dan membuat identitas beragam sumber, dan terkadang sangat kontradiktif. Proses ini sering dikaitkan dengan apa yang dikatakan oleh Hartley (1999: 177-85) sebagai ‘DIY hubungan masyarakat kota’, dimana media sekarang memperbolehkan untuk menciptakan identitas personal kita. Dengan begitu banyaknya komunitas yang kita bisa temukan dalam web, kita bisa memulai dengan begitu udahnya untuk memilih dan mengambil identitas seperti apa yang kita ingin ambil, dan identitas yang inging kita tolak. Jadi hal ini memfasilitasi kita untuk menentukan bagaimana kita mendefunusukan diri kita sendiri ketimbang mendefinisikan diri kita dalam kategori yang lebih sempit dan terbatas ada jumlah pilihan yang pernah didefinsikan di masa lampau. Ini adalah sebuah keadaan yang kontras dimana biasanya kita tidak bisa menentukan diri kita sendiri, karena identitas primer kita merupakan warisan dari orang tua kita.

Gagasan yang mengesankan akan identitas ini tentu saja muncul sebagai sebuah kontras akibat dari adanya konsep masyarakat kota dan identitas yang disebarkan dengan menjabarkan akar istilah dari modernisasi, khususnya konsep seperti jasa pelayanan Penyiaran. Konsep yang digagas oleh John Reith akan ‘Budaya’, dan ‘sifat Britania Raya’, sebagai contoh, sekarang ini sepertinya bisa dimaafkan mengingat restriktifnya dalam hal transnasional, multicultural (seperti apa yang Mcluhan (1962) gambarkan sebagai sebuah ‘desa dunia’), dimana banyak sekali orang yang sekarang berterimakasih atas adanya email, satelit, dan televisi global. Para kritikus postmodernist mungkin membantah keras anggapan bahwa ‘penyiaran’ tersebut adalah konsep total dimana menurut mereka hal tersebut sangat tidak bisa merefleksikan pemberagaman secara mutlak atas suatu bangsa maupun masyarakatnya (lihat Creeber 2004). Frase ‘penyiaran lokal’-yang digunakan untuk mengartikan Media Baru dalam mengalamatkan dan menyebarkan dalam relung audiencenya, mungkin lebih baik dalam membungkus semua peran televisi dan radio dalam dunia multimedia(lihat Curtin 2003).

Seperti apa yang kita lihat, peningkatan interaksi antara audience dalam konteks Media Baru ini juga diartikan dalam teori post struktural dimana cenderung untuk memahami audience sebagai partisipan yang aktif dalam menciptakan sebuah makna. Website seperti Youtube, MySpace dan Facebook, muncul untuk merefleksikan pemahaman akan hal ini, sebagai ‘kultur partisipan’; dimana mereka tidak hanya menciptakan komunitas virtual mereka sendiri namun juga memperbolehkan audience untuk juga menjadi ‘produser’, sama baiknya dengan menjadi ‘penerima pesan’ dari sebuah media. Teori ‘fandom’ sangat penting disini dengan internet yang memperbolehkan fans dalam berbagai macam kultur untuk menciptakan komunitas virtual yang menambahkan pemahaman original dan bahkan konten dari apa yang mereka sukai (lihat bab 7). Sebagai contoh, pertumbuhan dari ‘fiksi slash’, memperbolehkan audiencenya untuk aktif berpartisipasi dalam produksi dengan menciptakan materi ekstra-tekstual tentang tayangan televisi favorit mereka (lihat Jenkins 2006 b). Akibatnya daripada hanya memperlihatkan essensi komersial dan menjadi inaktif, dalam dunia pots modern, mereka bisa mengkonsumsi diri mereka sendiri sebagai hal positif dan berperan sebagai partisipan yang baik. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Mackay, ‘ Daripada hanya sekedar menjadi pasif, sekunder, di determinasi oleh aktifitas, konsumsi, …tampak terlihat meningkat sebagai sebuah aktifitas dengan praktek dari kita sendiri, tempo, signifikan, dan bisa menentukan’ (1997: 3-4). Beberapa gagasan dengan jelas diutarakan oleh David Gauntlett dengan gagasan ‘Studi Media 2’, sebuah teori penjelmaan dari Tim O Reilly yang mempunyai gagasan Web 2, sebuah dunia dimana penggunanya menggeneralisasi dan mendistribusikan konten mereka sendiri, lebih sering, dengan kebebasan untuk berbagi, menciptakan, menggunakan, dan menggunakan kembali (lihat bagian Introduksi, dan Bab 2).

Sesungguhnya, John Reith’s cultural dari ‘atas-bawah’ ataupun ‘mengangkat’ dalam beberapa hal terlihat redundan (berulang) dalam dunia dimana audience menentukan sendiri pilihan mereka akan media, dan apa yang mereka lakukan dengannya. Hypertextual ‘potong’ dan ‘tempel’ dari Media Baru-yang terlihat mendorong penciptaan sampel dan mixing ulang – memproduksi bukan hanya permasalahan hak cipta tetapi juga dalam konteks yang lebih jauh membingungkan beberapa pemaknaan dari apa yang kita pahami akan sebuah media dan hubungannya dengan audience. Tentu saja gagasan bahwa sebuah organisasi media seperti BBC bisa dengan rigid mendikte selera masyarakat sekarang. Sebagaimana Lev Manovich ugkapkan, kita sekarang ini membutuhkan sebuah teori yang sempurna akan hubungan pencipta untuk menolong kita mengerti hubungan yang terjalin antara media dan audiencenya, salah satu ungkapan yang sesuai dengan terminasi di atas:
Secara sempurna dengan logika dari industry yang telah diperluas dan masyarakat post industri, dimana hampir semua praktek peran menyangkut pemilihan dari sejumlah menu, catalog, ataupun database. Faktanya … Media baru, adalah ekspressi dari variable terbaik akan logika identitas dalam struktur masyarakatnya – memilih nilai dari anggota atau menu yang disukai.
(Manovich 2002:128)

Interaktif yang terjadi antara Media Baru dan audiencenya juga telah mendorong munculnya kritik yang mensugesti bahwa telah terjadi peningkatan dalam hal ‘demokratisasi’ dalam kepribadian dari Media Baru dibandingkan dengan yang tua. ‘Jurnalisme Masyarakat Kota’ (dimana masyarakat menggunakan blog, foto, ataupun footage dari nomor telephone, untuk menciptakan dan mengkomentari berita sekarang ini) adalah satu-satunya contoh sekarang ini di antara banyak hal dari post modernisasi, yang bisa dipilih untuk diilustrasikan akan peningkatan kemampuan dari sekedar manusia ‘biasa’ menjadi manusia yang aktif terlibat dalam setiap proses produksi dari sebuah media memindahkan kekuatan jauh dari sang ‘penulis’ ke tangan audiencenya (bab 7). Memang, untuk teori seperti yang diungkapkan oleh Mark Poster(1997), internet menyediakan ‘Jeda Ruang Publik Habermaisan’ – sebuah jaringan demokratisasi dunia cyber untuk mengkomunikasikan informasi dan beberapa poin pandangan yang bisa ditransform ke ruang opni public. Sebagaimana voting di internet menjadi lebih bijak, sehingga itu bisa meningkatkan nilai demokrasi kita di masa depan (bab 9).

Konteks post modern yang telah saya tulus di outline ini cenderung untuk menempatkan sebuah Media Baru dalam pandangan primer yang positif, sebagaimana teknolog itu sendiri, sesederhana membuka level yang meningkat dari partisipasi audience, keterhubungan yang kreatif,dan demokrasi. Bagaimanapun, bab-bab lain dalam buku ini akan dengan jelas menggambarkan banyak dari sejumlah fitur negative dari dunia Media yang Baru, serta tidak sedikit ‘pembagian digital’ yang baru-baru saja memungkinkan hanya sebuah fraksi kecil dari planet untuk berpartisipasi dalam budaya digital yang baru (lihat bab 8). Walaupun di Barat, tidak semua partispan media yang baru diciptakan sama. Seperti yang dijelaskan oleh Henry Jenkins, perusahaan – dan bahkan individu dalam sebuah perusahaan media – masih menggunakan lebih banyak kekuatan daripada konsumen individu lainnya atau bahkan kumpulan dari konsumen. Dan beberapa konsumen memiliki kemampuan yang lebih untuk berpartisipasi dalam buadaya yang muncul daripada yang lainnya (2006a : 3). Sama halnya dengan itu, beberapa kritik yang dimaksudkan kepada ‘dongeng interaktif’ , membujuk partisipan asli dari media yang baru yang telah dipompa lebih untuk sebuah jangkauan yang orang-orang saat ini tolak untuk melihat batasnya. Untuk menyatakan sebuah system yang saling mempengaruhi,, Espen AArseth memperingati kita, ‘adalah untuk mengesahkannya dengan sebuah kekuatan magic’ (1997 : 48).

Kritik-kritik juga dibantah bahwa sebuah bidang dari postmodernism dan Media Baru sedang digilir wargakan dari demokrasi pada menjadi konsumen buta politik, tidak lebih dapat membedakan antara ilusi simulasi media dan realita tajam dari social kapitalis yang mereka sembunyikan secara mutlak. Banyak kritik yang memperdebatkan bahwa bahkan saat ini bidang politik adalah sebuah keberhasilan dari gambaran di atas bagian penting, sebuah symbol mengerikan dari McLuhan dan lainnya (1967) aphorisme yang ‘medium adalah sebuah pesan’ yang berarti sebiah dunia dimana sesuatu dipresentasikan adalah lebih penting daripada yang sedang dipresentasikan. Dalam lingkup khusus, kritik-kritik ini cenderung untuk membantah bahwa obsesi postmodern dengan ‘gambaran’ lebih ‘dalam’ memproduksi sebuah lingkungan buatan ynag dangkal dimana sedikit diambil secraa serius; yang utamanya ‘camp’ estetis telah digilir setiap menjadi hiburan. 

Sebagai Neil Postman mengatakan:

Televisi kita men-set kita dalam komunikasi yang stabil dengan duni, tetapi itu dikerjakan dengan sebuah permukaan yang air mukanya tampak tersenyum adalah tidak dapat dirubah. Masalahnya tidak hanya televise yang menyajikan kita dengan masalah tayangan hiburan tetapi juga semua tayangan yang disajikan sebagai hiburan…
(Postman 1985 : 89)

Visi hkayalan Postman dari dunia dimana seluruh informasi dikemas sebagai hiburan adalah mungkin lebih difasilitasi oleh sebuah bentuk Media Baru yang muncul untuk memberikan kita lebih banyak pilihan, tetapi akhiran pokok dengan membatasi pilihan yang nyata; mengurangi apapun untuk meminta komoditi dan produk konsumen yang sama. Kritik membantah bahwa kekuatan revolusi avant-garde sekaarang telah dikurangi untuk tujuan komersil belaka, bentuk modernisasi radikal, dan estetik digunakan untuk menjual alcohol dan rokok dalam periklanan (seperti yang dikatakan David Harvey sebagai seni bekerja kapitalisme. Dibandingkan kenaikan kemapuan manusia untuk bermain dengan berbagai macam cirri-ciri, kritik-kritik bahkan telah ditentang yang mengatakan bahwa globalisasi dunia (yang sebagian difasilitasi oleh Media Baru) mungkin sebanrnya menurun secara budaya dan ciri nasional seperti kita semua menjadi serupa peningkatannya dan homogeny secara budaya. Proses ini telah digambarkan secra profokatif yang disebut ‘McDonaldization’ di antara masyarakat (lihat Ritzer 2000).

Internet juga telah disalahkan karena dianggap telah menyempitkan pilihan dan mendorong obsesi dengan hal-hal sepele yang tidak bernilai dan tidak penting seperti kebiasaan aneh dan televisi yang berkualitas rendah (lihat McCracken 2003). Lebih dari itu, komunitas sebenarnya dating menjadi bantahan beberapa kritik yang berhubungan nyata dan komunitas akan diabaikan; kesatuan untuk hubungan seorang manusia dalam suatu warga Negara didasarkan pada kenaikan yang berlebihan (lihat Lister et al. 2003: 180-81). Sementara itu, kehancuran dari privasi dan bidang umum memiliki maksud yang serius dalam kemerdekaan penduduk yang saat ini hanya menjadi pengenalan secara utuh. Baru-baru ini, contohnya, itu telah muncul menjadi sorotan dimana banyak pegawai yang secara sembunyi-sembunyi sedang menggunakan website seperti MySpace untuk mengetahui peruntungannya secara online sebagai seorang pegawai di masa depan (lihat Finder 2006). Sama halnya, ini juga masih berat untuk memahami demokratisme media yang terjadi dalam Negara seperti Cina dimana Google dan Rupert Murdoch kelihatan senang berbisnis dengan penyenoran yang ketat dari lingkungan nin democrat untuk mendapatkan jalan masuk bagi potensi keuangan sebuah Negara.

Beberapa kritik dari postmodernism juga menentang bahwa ada telah terjadi penghancuran antara gambaran dan kenyataan, lalu kita sedang mamasuki sebuah zaman relativisme moral dimana terdapat sedikit kritikan atau penghakiman moral dapat dilatih dan dimana para teoretikus bahakan mendiskusikan tentang realita dari Gulf War (lihat Norris 1992; bab 8). Seperti sebuah pemikiran, ini ditentang, memproduksi suatu bahaya yang tidak dapat dihindari dan medi yang tidak teratur, dimana kekerasan pornografi yang tidak ada habisnya menduduki ruang obrolan yang menyiksa muda-mudi dan mereka yang tidak bersalah atau situs yang memberikan suara untuk potik ektremis yang ditekan (lihat Dean 2000). Media baru mungkin terlihat menawarkan dunia dari gambaran cerahdan komunikasi tanpa batas, tetapi itu juga penting untuk mengingat siapa dan apa yang dihilangkan dari cakupan postmodern. Teknologi utopianisme menyarankan bahwa Media Baru akan secara otomatis memperbaiki dunia kita agar lebih baik, tetapi kesejahteraan masa depan kita secara jelas terbentang dalam lingkup bagaimana dan apa yang kita lakukan dengan pilihan yang kita miliki dalam penawaran.

Kesimpulan
Apapun poin teoritis dalam pandangan, Anda boleh mengambil Media Baru sebagai pilihan, ini tentunya sulit untuk menentang bahwa media itu sendiri tidak muncul di bawah pemikiran berubah di atas akhir 20 atau 30 tahun. Oleh karena itu, kita membutuhkan kerangka teoritis yang baru yang mengizinkan lita untuk memahami dan menilai keduanya, yaitu fitur positif dan negatif dari zaman media sekarang ini. Ini berarti bahwa pemahaman yang kritis di bidang ini, merupakan hal yang penting jika kita ingin membuat suatu pendekatan teori yang canggih. Seperti yang saya sebutkan di awal sesi ini, ini kan sangat naïf untuk menyarankan bahwa pendekatan yang metodologis dan teoritis untuk Media Baru yang bahkan dapat dihentikan dan dipandang sebagai jawaban pasti, tetapi sesi ini secara simple dimaksudkan untuk menawarkan sebuah kerangka melalui sebuah pendekatan angka yang dapat dikontekskan dan didekatkan secara lebih hati-hati.

Teori Media Baru masih dalam tigkatan yang dini dalam pengembangannya dan masih banyak tugas untuk dilakukan untuk memperpanjang dan memperluas beberapa pendapat dasar yang dimaksud di sini, dan di buku manapun. Bagaimanapun, saya berharap bahwa apa yang jelas sekarang ini adalah bahwa sejak penggambarannya, media telah dinalisis dan diperiksa melalui bermacam-macam sekolah, teori-teori, dan metodologi-metodologi, dengan jumlah yang berlebihan. Saya berharap bahwa dengan pengaturan yang sederhana beberapa dari ini dalam konteks ‘modernist’ dan ‘postmodern’, dapat dibantu untuk mengklarifikasi banyak `perdebatan pokok yang terjadi di dalamnya dan di sekitar bidang ini secara keseluruhan. Meskipun bab lainnya dalam buku ini tidak dimaksudkan secara eksplisit untuk modernism atau postmodernism, bab lainnya akan secara jelas memberikan wawasan yang lebih banyak untuk beberapa pengenalan gagasan teoritis dasar. ‘Digital teori’ mungkin belum didisiplinkan dalam kapasitasnya, tetapi kehadirannya akan dirasakan secara menyeluruh dalam buku ini dan ini menjadi jalan untuk kita memahami Media Baru lebih jauh untuk masa mendatang.
Selengkapnya...

Thursday 14 October 2010

World Wide Web(3): Jenis-Jenis Website

Pengelompokan website dapat kita bagi berdasarkan dua golongan besar, yaitu berdasarkan pada sifatnya dan bahasa pemrograman yang digunakan. Walaupun demikian banyak juga orang-orang yang mengelompokkan website berdasarkan penggolongan yang lain seperti berdasarkan tujuan, pada teknologi yang menyusun di belakangnya, dll. Pada artikel saya kali ini saya akan lebih lebih mengarah pada oenggolongan yang umum dari website, karena bila mengarah pada tujuan dan teknologi yang menyusunnya mungkin tidak cukup dibahas dalam satu artikel saja. Mengingat egitu banyak motif yang melatarbelakangi seseorang untuk menciptakan web, seperti personal web, portal web, government web, dll.. Begitu pula bila kita membahas jenis-jenis teknologi yang berada di belakang sebuah web.
1. Penggolongan berdasarkan pada bahasa pemrograman:
a. Client Side

Pada script client side segala macam proses yang terjadi dilakukan pada sisi client. Atau, dengan kata lain dilakukan pada browser. Hal termudah untuk memahami hal ini adalah, bila kita melihat halaman sebuah website, lalu kita klik tombol view source dari browser kita, maka kita bisa dengan mudahnya melihat semua script bahasa pemrograman yang menyusun tampilan website tersebut. Ciri dari bahasa scripting ini (client side) adalah:
• Lebih tertuju pada tampilan web
• Tidak membutuhkan server
• Tidak terhubung dengan DBMS
• Contoh: HTML, Javascript, CSS
b. Server Side
Pada sisi server segala mocem proses yang dilakukan pada sisi server, sehingga tidak bergantung pada jenis web browser.Lalu script programnya tidak dapat kita lihat meskipun kita klik option view source dari browser kita. Apabila pun ada orang yang iseng untuk melihatnya, yang terlihat hanyalah tag-tag htmlnya saja. Sehingga kita tidak perlu takut apabila script kita dibajak oleh orang lain. Ciri dari bahasa Server side adalah:
• Lebih tertuju pada isi dari suatu web (content)
• Sangat membutuhkan server (oleh karenanya disebut server side).
• Terhubung dengan DBMS
• Contoh: PHP, ASP, JSP, dll.
2. Penggolongan berdasarkan pada sifatnya antara lain:
a. Website Statis
Adalah salah satu bentuk website yang memang dari pertama diciptakan tidak dimaksudkan untuk dimaintanenace secara berkala. Begitu pula dengan updatenya. Updat dan maintenance dilakukan secara manual dengan menggunakan software editor. Perubahan atau update yang dilakukan otomatis harus pula merubah script HTML yang terdahulu. Hal ini sangat merugikan bila kita ingin melakukan perubahan pada isi yang ada. Karena kita pun harus mengganti tag html yang sudha kita buat.
b. Website Dynamis
Seperti namanya dinamis artinya bisa berubah-ubah. Maksud berubah disini adalah bila kita ingin merubah content dari web kita, tidak perlu lagi merombak ulang semua script html yang sudah ada. Selain itu teknologi sekarang yang dinamakan Dynamic HTML memungkinkan untuk secara interaktif dan realtime mengupdate web page. Agar perubahannya dapat dilihat, halaman yang dirubah tidak perlu di refresh atau di reload seperti bila kita melakukannya dengan html biasa yang bersifat sessionless.
Selengkapnya...

Sunday 10 October 2010

World Wide Web(2): Perkembangan Website

Saat ini website merupakan aplikasi layanan internet yang paling banyak dipakai. Bahkan saking populernya website, banyak kalangan newbie yang menyamakan website dengan internet. Hal ini dibuktikan dengan dipakainya hampir 80 % layanan internet oleh penggunaan website. Pertumbuhan yang semakin cepat ini tentunya tidak bisa kita lepaskan dari gencarnya pertumbuhan dan perkembangan internet, teknologi komunikasi data, dan menurut saya yang terpenting, yang membuat orang semakin melek media dengan menjamurnya website ini adalah biaya internet yag semakin terjangkau dengan kecepatan yang bisa memenuhi keinginan hampir semua penikmat dunia maya.
Hingga saat ini, jumlah halaman web(web pages) yang dapat diakses melalui layanan internet berjumlah miliaran. Selain karena biayanya yang tidak lebih mahal ketimbang media lain untuk menyebarluaskan informasi, faktor coverage yang begitu luas (dunia), dan sifatnya yang sangat cepat (real time), membuat banyak orang membidik website sebagai strategi mereka untuk menyebarluaskan informasi ataupun sebagai salah satu strategi pemasaran. Atau dengan kata lain website menggunakan layanan teknologi yang tidak bisa dibatasi oleh ruang dan waktu. Oleh karenanya saya ingin sedikit membahas mengenai perkembangan Website.

a. Web 1.0
Sifat dari web pada versi ini masihlah sangat terbatas. Web pada versi ini kebanyak hanya digunakan sekedar untuk mencari atau browsing informasi. Bisa dikatakan tidak ada proses yang interaktif pada web versi 1.0. Keterbatasan lain dari web 1.0, adalah user dipaksa untuk dating ke dalam website hanya untuk melihat kontennya satu persatu. Beberapa ciri khas dari web 1.0 adalah:
• Halamannya statis, dan masih menggunakan framesets
• Untuk tampilah gambar menggunakan format GIF dengan ukuran 88x31 pixel
• Satu-satunya interaksi adalah buku tau online
• Dial upnya cenderung lambat
• Contoh: Geocities
b. Web 2.0
Web jenis ini merupakan jawaban atas segala kekurangan yang ada pada web 1.0. Web 2.0 menekankan pada bagaimana menampilkan halaman web yang bersifat seperti pada program desktop pada umumnya. Selain itu teknologi jenis web ini juga menekankan pada fungsi desktop seperti drag and drop, auto complete, dll. Selain itu teknologi yang digunakan dalam sutau web browser tidak membutuhkan teknologi perangkat yang mahal dari sisi user. Ciri dari web jenis ini adalah:
• Web digunakan sebagai platform
• Lebih Data oriented
• Bukan hanya bersifat read, tapi juga bisa write
• Lebih dinamis
• Efek jaringan diciptakan melalui arsitektur
• Teknologi yang digunakan menggunakan teknologi HTML, CSS, JavaScript, XML, dan AJAX.
c. Web 3.0
Pengembangan pada jenis yang terakhir ini (sepengetahuan saya), dapat diandaikan sebagai sebuah aplikasi yang memiliki artificial intelligence sendiri. Kemampuan interaksi ini dimulai dengan adanya web service. Jadi web sudah seolah-olah menjadi assisten pribadi. Selain itu teknologi 3D juga sudah digunakan untuk membut animasi, contohnya program avatar. Teknologi lain yang menurut saya sangatlah hebat, kita bisa melakukan aktivitas di dunia maya selayaknya kita melakukan di dunia nyata. Teknologi web 3.0 yang lain, a.l:
• SOAP (Simple Object Access Protocol), adalah standar untuk bertukar pesan-pesan berbasis XML melalui jaringan komputer atau untuk sebuah program yang berjalan pada suatu system operasi.
• REST (Representational State Transfer) atau dapat pula dikatakan transfer keadaan representasi, adalah suatu gaya arsitektur perangkat lunak untuk suatu pendistribusian system Hypermedia seperti WWW.
• WSDL, merupakan format XML yang diterbitkan untuk menerangkan webservice.
• WDDX (Web Distributed Data eXchange) merupakan mekanisme pertukaran data dari lingkungan yang berbeda.
Selengkapnya...

Tuesday 5 October 2010

World Wide Web (1)


World Wide Web, atau mungkin lebih kita kenal dengan istilah web saja, merupakan salah satu layanan yang dapat dipakai oleh penikmat komputer untuk mendapatkan segala macam informasi ketika terhubung melalui internet.
Web pada awalnya adalah ruang informasi dalam internet, dengan menggunakan teknologi hyperteks pemakai dituntun untuk menemukan informasi dengan mengikuti link yang disediakan dalam dokumen web, dimana dokumen tersebut  akan ditampilkan oleh browser web

Kini internet identik dengan web, karena kepopuleran web sebagai standar interface pada layanan-layanan yang ada di internet, dari awalnya sebagai penyedia informasi saja, kini juga digunakan untuk komunikasi dari email dampai chatting, bahkan sampai dengan melakukan transaksi bisnis (commerce).
Kini web seakan lebih popular daripada email, walaupun secara statistic email masih merupakan aplikasi terbanyak yang digunakan oleh pengguna internet. Web lebih popular bagi khalayak umum dan pemula, terutama untuk tujuan pencarian informasi dan melakukan komunikasi e-mail yang menggunakan web sebagai interfacenya.
Internet identik dengan web karena popularitasnya sebagai penyedia informasi dan interface yang dibutuhkan oleh pengguna internet dari masalah informasi sampai dengan komunikasi. Informasi produk dari yang serius sampai dengan yang bersifat junk/sampah, dari yang cuma-Cuma sampai dengan yang komersial semuanya tersedia. Web memudahkan pengguna computer untuk berinteraksi dengan pelaku internet lainnya, dan menelusuri informasi di internet.
Selain itu web juga telah diadopsi oleh perusahaan sebagai bagian dari strategi teknologi informasinya, karena beberapa alasan yaitu:
1.       Akses Informasi Mudah
2.       Setup Server lebih mudah
3.       Informasi mudah didistribusikan
4.       Bebas platform;  informasi dapat disajikan oleh berbagai macam web browser pada OS apa saja karena ada standardisasi dokumen sehingga, berbagai macam tipe data dapat disajikan
Lalu, pasti muncul di benak kepala kita bagaimanakah cara kerja dari www sehingga bisa menampilkan informasi yang kita ketikkan pada web browser?
  1. Informasi web disimpan dalam dokumen-dokumen yang seringkali disebut dengan web pages atau halaman-halaman web.
  2. Web pages ini disimpan dalam sebuah computer yang melayani semua permintaan komunikasi data dari web browser yang sering disebut dengan server-server web atau web server.
  3. Lalu dokumen web tadi disampaikan dari server ke computer yang meminta atau request inforasi tadi yang disebut dengan web client.
Kalau mungkin masih belum jelas, saya akan coba menggambarkan bagaimana skema www bekerja.

Selengkapnya...